Pendidikan
merupakan hak setiap warga negara, sesuai dengan undang-undang pendidikan pasal
31 ayat 1, bahkan dalam pasal serupa pada ayat 2 dijelaskan bahwa setiap warga
negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya
Oleh karena itu negara berwajiban untuk menyediakan fasilitas pendidikan yang
layak yang bisa diakses oleh setiap orang. Pada faktanya pendidikan belum bisa
dinikmati oleh seluruh warga negara, hal itu dibuktikan dengan adanya
siswa-siswi yang putus sekolah dan siswa-siswi yang tidak bisa melanjutkan ke
jenjang pendidikan yang lebih tinggi disebabkan biaya yang tinggi. Kemudian
adanya kontradiksi antara konsep pendidikan dengan kenyataan di lapangan
mengharuskan pemerintah meninjau kembali paradigma pendidikan yang dijalankan.
Untuk memenuhi pembiayaan pendidikan negara harus mencari dana dengan
mengoptimalkan pendapatan dari sektor Sumber Daya Alam (SDA) yang dimiliki.
Sebuah
artikel menuliskan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia sangat
memprihatinkan. Ini dibuktikan antara lain dengan data UNESCO (2000) tentang
peringkat Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Index), yaitu
komposisi dari peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per
kepala yang menunjukkan, bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia makin
menurun. Di antara 174 negara di dunia, Indonesia menempati urutan ke-102
(1996), ke-99 (1997), ke-105 (1998), dan ke-109 (1999). Dari data di atas
menunjukkan bahwa adanya kesalahan dalam sistem pendidikan Indonesia.
Ditinjau secara perspektif ideologis (prinsip) dan perspektif teknis (praktis),
berbagai masalah itu dapat dikategorikan dalam 2 (dua) masalah yaitu :
Pertama, masalah
mendasar, yaitu kekeliruan paradigma pendidikan yang mendasari keseluruhan
penyelenggaran sistem pendidikan. Kedua, masalah-masalah cabang, yaitu berbagai
problem yang berkaitan aspek praktis/teknis yang berkaitan dengan
penyelenggaraan pendidikan, seperti mahalnya biaya pendidikan, rendahnya
prestasi siswa, rendahnya sarana fisik, rendahnya kesejahteraaan guru, dan
sebagainya.
Setelah
diadakan pengkajian problematika pendidikan, beberapa pakar pendidikan
menyimpulkan salah satu darinya adalah kekeliruan paradigma bahwasannya
pendidikan di Indonesia bernuansa sistem yang sekular-materialistik.
Sekularisme itu tidak harus anti agama, tidak selalu anti “iman” dan anti
“taqwa”. Sekularisme itu hanya menolak peran agama untuk mengatur kehidupan
publik, termasuk aspek pendidikan. Jadi, selama agama hanya menjadi masalah
privat dan tidak dijadikan asas untuk menata kehidupan publik seperti sebuah
sistem pendidikan, maka sistem pendidikan itu tetap sistem pendidikan sekular,
walaupun para individu pelaksana sistem itu beriman dan bertaqwa (sebagai
perilaku individu). Secara kelembagaan, sekularisasi pendidikan tampak pada
pendidikan agama melalui madrasah, institut agama, dan pesantren yang dikelola
oleh Departemen Agama; sementara pendidikan umum melalui sekolah dasar, sekolah
menengah, kejuruan serta perguruan tinggi umum dikelola oleh Departemen
Pendidikan Nasional. Terdapat kesan yang sangat kuat bahwa pengembangan
ilmu-ilmu kehidupan (iptek) dilakukan oleh Depdiknas dan dipandang sebagai
tidak berhubungan dengan agama. Pembentukan karakter siswa yang merupakan bagian
terpenting dari proses pendidikan justru kurang tergarap secara serius. Agama
ditempatkan sekadar sebagai salah satu aspek yang perannya sangat minimal,
bukan menjadi landasan dari seluruh aspek kehidupan. Penyelesaian masalah
mendasar tentu harus dilakukan secara fundamental. Itu hanya dapat diwujudkan
dengan melakukan perombakan secara menyeluruh yang diawali dari perubahan
paradigma pendidikan sekular menjadi paradigma Islam. Ini sangat penting dan
utama. Ibarat mobil yang salah jalan, maka yang harus dilakukan adalah : (1)
langkah awal adalah mengubah haluan atau arah mobil itu terlebih dulu, menuju
jalan yang benar agar bisa sampai ke tempat tujuan yang diharapkan. Tak ada
artinya mobil itu diperbaiki kerusakannya yang macam-macam selama mobil itu tetap
berada di jalan yang salah. (2) Setelah membetulkan arah mobil ke jalan yang
benar, barulah mobil itu diperbaiki kerusakannya yang bermacam-macam. Artinya,
setelah masalah mendasar diselesaikan, barulah berbagai macam masalah cabang
pendidikan diselesaikan, baik itu masalah rendahnya sarana fisik, kualitas
guru, kesejahteraan gutu, prestasi siswa, kesempatan pemerataan pendidikan,
relevansi pendidikan dengan kebutuhan, dan mahalnya biaya pendidikan.
Solusi
masalah mendasar itu adalah merombak total asas sistem pendidikan yang ada,
dari asas sekularisme diubah menjadi asas Islam, bukan asas yang lain. Bentuk
nyata dari solusi mendasar itu adalah mengubah total UU Sistem Pendidikan yang
ada dengan cara menggantinya dengan UU Sistem Pendidikan Islam. Hal paling
mendasar yang wajib diubah tentunya adalah asas sistem pendidikan. Sebab asas
sistem pendidikan itulah yang menentukan hal-hal paling prinsipil dalam sistem
pendidikan, seperti tujuan pendidikan dan struktur kurikulum.
Referensi:
Anonim.2011.”UUD Negara
Republik Indonesia”. http://id.wikisource.org/wiki/Undang-Undang_Dasar_Negara_Republik_Indonesia_Tahun_1945/Perubahan_IV#Pasal_31.
Diakses 17 November 2011
Nurhilal. 2009.
”Meneropong Problem Pendidikan di Indonesia”. http://pustaka.unpad.ac.id/wp
content/ uploads/ 2009/07/ .diakses 17 November 2011
Shiddiq.2006.”
Pendidikan di Indonesia: Masalah dan Solusinya”. http://mii.fmipa.ugm.ac.id/2006/05/09/
. Diakses 17 November 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar