Begitu banyak
agenda maupun kegiatan organisasi yang diadakan dalam rangka melatih konsep
kepemimpinan. Berbagai konsep dibaca untuk menjadi seorang pemimpin yang baik
dan tidak membebani anggotanya. Secara tak sengaja penulis merenungkan, sebuah
konsep yang ada pada ibadah sholat berjamaah, yang mana ibadah tersebut
dihukumi wajib untuk seorang mukmin (laki-laki) yang mampu. Sebuah amalan
ibadah yang akan menjadi kunci apakah amalan ibadah lain diterima oleh Allah
SWT atau tidak.
Namun semua ini
hanya lah gambaran pemikiran seseorang yang masih jauh dari kepahaman akan
ilmu-ilmu Allah SWT yang begitu luas adanya. Sudah sepantasnya jika memang ada
beberapa kesalahan dari apa yang dituliskan, dan diperlukan saran, masukan
untuk memperbaiki apa yang ada dalam pemikirannya tentang hal ini. Adapun
renungan kepemimpinan dalam shalat sebagai berikut:
1. Dalam memilih imam sholat, harus diperhatikan beberapa hal yang harus
dimiliki oleh seorang imam diantaranya: laki-laki (perempuan dilarang
menjadi imam atas laki-laki), memahami aturan sholat (berilmu agama yang bagus
dan fasih dalam membaca Al-Qur’an lebih diutamakan), Akil (Orang gila dan tidak waras tidak syah bila menjadi imam),
diutamakan tuan rumah dari pada tamu dan seseorang yang tidak dibenci oleh
mayoritas makmumnya dalam hal agama (mungkin dibenci karena perilakunya yang
kurang baik).
a. dari sini
kita diharapkan dapat memilih calon pemimpin yang memang secara pribadi
memiliki kafa’ah atau kemampuan yang baik, bisa diartikan baik dalam memahami
ilmu dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari (bisa menjadi teladan),
antara pemimpin dan rakyatnya telah saling memahami/ pemimpin telah mengerti
keadaan, permasalahan dari kaumnya jika pemimpin berasal dari daerahnya sendiri.
b. diutamakan
seorang laki-laki yang diangkat jadi pemimpin untuk suatu kaum (kecuali dalam
kaum itu hanya perempuan saja, maka dimungkinkan perempuan diperbolehkan dalam
memimpin kaumnya). Dalam tafsir Ibnu katsir dijelaskan bahwa makna dari salah
satu surat dalam Al-Qur’an yang berbunyi Ar-rijalu Qowwamu ‘ala nisa’ adalah
dengan menjelaskan dengan sebuah hadits shahih Bukhari yang menjelaskan bahwa
Tidak akan pernah beruntung suatu kaum yang mengangkat wanita (sebagai
pemimpin) dalam urusan mereka.
2. Kewajiban imam memandang jama’ahnya untuk meluruskan
dan merapatkan shaf. Ketika shaf dilihatnya telah lurus dan rapat, barulah
seorang imam memulai sholatnya dengan bertakbir, sebagaimana Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam
mengerjakannya. Sehingga sampai Rosulullah bersabda “Hendaklah kalian luruskan
shaf kalian, atau Allah akan memecah belah persatuan kalian [HR Muslim no.436.
Dalam beberapa hadits diterangkan dalam merapatkan shaf hingga kaki antara satu
dan sampingnya, antara pundak satu dengan sampingnya saling menempel, supaya
tidak ada celah bagi syetan untuk mengganggunya dan menghilangkan perpecahan
hati dan menghilangkan banyaknya perselisihan antara jama’ah.
a. seorang pemimpin, sebelum
menjalankan atau memprogram tugas bersama anggotanya, terlebih dahulu menyusun
kesolidan kaumnya, membuat yang dipimpinnya memilki persamaan pemahaman baik
dalam tujuan maupun kebersamaan dalam melangkah (visi dan misi yang akan
diusung ke depan nantinya). Adanya saling memahami dan rasa kebersamaan dalam
ukhuwah dan kekuatan.
3. Menempatkan orang-orang yang telah baligh
dan berilmu di belakang imam.
a. seorang pemimpin memerlukan
orang-orang yang memiliki pemahaman ilmu dan dewasa dalam menyikapi suatu
perkara, karena se-sholeh dan se lincah apapun seseorang dalam bertindak,
pastilah tetap memiliki kekurangan dan kesalahan, sehingga dengan orang-orang
yang dewasa dalam menyikapi suatu perkara dan orang-orang yang berilmu di
dekatnya, akan semakin meminimalisir kesalahan dalam tindakan dan keputusan,
adanya saling nasehat menasehati diantaranya, dan bisa dijadikan sarana untuk
sharing dalam menghadapi suatu permasalahan. (walaupun tetaplah pemimpin yang
memberi suatu keputusan atas langkah yang akan diambil nantinya)
4. Larangan jama’ah atau makmum mendahului imam dalam melakukan gerakan
sholat, karena seseorang dijadikan imam untuk diikuti. Jika imam melakukan
kesalahan, maka makmun diharuskan untuk memberi peringatan dengan mengucapkan“
Subhanallah (artinya Maha suci Allah)”. Namun jika imam sudah terlanjur berdiri
lurus dari sujudnya, maka makmum yang harus mengikuti imamnya, dan imam
dianjurkan untuk tidak duduk kembali.
a. dalam suatu kaum, diharapkan,
anggota dapat mengikuti segala apa yang diperintah oleh pemimpinnya selama
tidak melanggar tuntunan Al-Qur’an dan Hadits, tidak memutuskan perkara
sendiri. Namun jika seorang pemimpin memerintah sesuatu perkara yang melanggar
aturan Al-Qur’an dan Hadits atau berma’siat maka WAJIB bagi anggota untuk
menolaknya dan memberi peringatan dengan cara yang baik.
b. jika suatu ketika pemimpin salah
dalam mengambil suatu keputusan atau strategi dalam menghadapi suatu
permasalahan, maka anggota lebih baik mengikuti dan membersamai pemimpinnya
dengan memberi masukan dan peringatan dengan cara terbaik dan mencoba bersama-sama
mencari solusi dalam menghadapinya setelah hal itu terjadi (selama hal tersebut
tidak bertentangan dengan ajaran Al-Qur’an dan Hadits). Kekuatan dan kesatuan
akan menghasilkan hasil yang lebih baik, daripada terpecah-belah tak
terkendali. Ketika dalam peperangan maka keutuhan kekuatan akan menjadi nilai
positif tersendiri dalam perjuangan, jika dalam peperangan seorang pemimpin
maju sendiri dengan keputusannya, sedangkan pasukannya berhenti dan berpaling
dari keputusan pemimpin, maka pemimpin memiliki sedikit kekuatan dalam
memperjuangkan kemenangannya.
5. Setelah
selesai shalat dianjurkan untuk imam membalikkan tubuhnya menghadap kepada
jama’ah atau makmumnya.
a. seorang pemimpin dituntut untuk selalu
memperhatikan keadaan anggotanya, walaupun tujuan bersama telah selesai
dilaksanakan secara bersama, anggota akan puas karena merasakan kehangatan
perhatian dari pemimpinnya, sehingga pemimpin dan anggota mampu merasakan
kebersamaan baik pra, proses maupun setelah apa yang menjadi tujuan telah terlaksana.
Semoga bisa menjadi tambahan
dalam mematangkan konsep dalam berkepemimpinan, karena kepemimpinan bukanlah
sebuah kebanggaan, namun justru tantangan yang akan dimintai pertanggung
jawaban di akherat nanti.
Wallahu a’lam bishowab,.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar