Kita terlahir dan
dibesarkan di lingkungan keluarga Muslim, kita pun menganut Islam sejak lahir.
Namun apakah sampai saat ini kita sudah memiliki karakter yang secara umum
harus dimiliki oleh seorang Muslim. Untuk itu kami persembahan 10 Mufashofat
Tarbiyah sebagai gambaran umum karakter yang seharusnya dimiliki oleh seorang
Muslim.
1. Salimul
Aqidah (Good Faith)
Aqidah yang bersih (salimul aqidah) merupakan
sesuatu yang harus ada pada setiap muslim. Dengan aqidah yang bersih, seorang
muslim akan memiliki ikatan yang kuat kepada Allah Swt dan dengan ikatan yang
kuat itu dia tidak akan menyimpang dari jalan dan ketentuan- ketentuan-Nya.
Dengan kebersihan dan kemantapan aqidah, seorang muslim akan menyerahkan segala
perbuatannya kepada Allah sebagaimana firman-Nya yang artinya: ‘Sesungguhnya
shalatku, ibadahku, hidup dan matiku, semua bagi Allah Tuhan semesta alam’ (QS
6:162). Karena memiliki aqidah yang salim merupakan sesuatu yang amat penting,
maka dalam da’wahnya kepada para sahabat di Makkah, Rasulullah Saw mengutamakan
pembinaan aqidah, iman atau tauhid. Menjadikan Allah SWT sebagai satu satunya
sesembahan, tidak ada sesembahan maupun aturan yang dapat menandinginya ,karena
hokum Allah SWT mutlak benar. Sehingga dituntut untuk setiap Muslim mentaati
segala aturan Allah SWT, dan menolak segala aturan yang bertentangan dari
aturan-Nya. Menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai panutan dalam segala tindakan
2. Shahihul
Ibadah (Right Devotion)
Ibadah yang benar (shahihul ibadah) merupakan
salah satu perintah Rasul Saw yang penting, dalam satu haditsnya; beliau
menyatakan: ’shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku shalat.’ Dari ungkapan
ini maka dapat disimpulkan bahwa dalam melaksanakan setiap peribadatan haruslah
merujuk kepada sunnah Rasul Saw yang berarti tidak boleh ada unsur penambahan
atau pengurangan. Syarat sebuah ibadah adalah ikhlas lillahi ta’ala dan
ittiba’i sunnah (mengikuti tuntunan Rosulullah SAW). Dalam ushul fiqih
disebutkan bahwa asal dari sebuah peribadahan adalah dilarang, kecuali yang ada
dalilnya. Jadi segala beribadahan yang dilakukan harus ada dalil yang
menerangkan Rosulullah pernah melakukan atau memerintahkannya.
3. Matinul
Khuluq (Strong Character)
Akhlak yang kokoh (matinul khuluq) atau akhlak
yang mulia merupakan sikap dan prilaku yang harus dimiliki oleh setiap muslim,
baik dalam hubungannya kepada Allah maupun dengan makhluk-makhluk-Nya. Dengan
akhlak yang mulia, manusia akan bahagia dalam hidupnya, baik di dunia apalagi
di akhirat. Karena begitu penting memiliki akhlak yang mulia bagi umat manusia,
maka Rasulullah Saw diutus untuk memperbaiki akhlak dan beliau sendiri telah
mencontohkan kepada kita akhlaknya yang agung sehingga diabadikan oleh Allah di
dalam Al- Qur’an, Allah berfirman yang artinya: ‘Dan sesungguhnya kamu benar-
benar memiliki akhlak yang agung’ (QS 68:4).
4. Qowiyyul
Jismi (Physical Power)
Kekuatan jasmani (qowiyyul jismi) merupakan
salah satu sisi pribadi muslim yang harus ada. Kekuatan jasmani berarti seorang
muslim memiliki daya tahan tubuh sehingga dapat melaksanakan ajaran Islam
secara optimal dengan fisiknya yang kuat. Shalat, puasa, zakat dan haji
merupakan amalan di dalam Islam yang harus dilaksanakan dengan fisik yang sehat
atau kuat, apalagi perang di jalan Allah dan bentuk- bentuk perjuangan lainnya.
Oleh karena itu, kesehatan jasmani harus mendapat perhatian seorang muslim dan
pencegahan dari penyakit jauh lebih utama daripada pengobatan. Meskipun
demikian, sakit tetap kita anggap sebagai sesuatu yang wajar bila hal itu
kadang-kadang terjadi, dan jangan sampai seorang muslim sakit-sakitan. Karena
kekuatan jasmani juga termasuk yang penting, maka Rasulullah Saw bersabda yang
artinya: ‘Mu’min yang kuat lebih aku cintai daripada mu’min yang lemah’ (HR. Muslim).
5. Mutsaqqoful
Fikri (Thinking Brilliantly)
Intelek dalam berpikir (mutsaqqoful fikri)
merupakan salah satu sisi pribadi muslim yang penting. Karena itu salah satu
sifat Rasul adalah fatonah (cerdas) dan Al-Qur’an banyak mengungkap ayat-ayat
yang merangsang manusia antuk berpikir, misalnya firman Allah yang artinya:
Mereka bertanya kepadamu tentang, khamar dan judi. Katakanlah: ‘pada keduanya
itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya
lebih besar dari manfaatnya.’ Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka
nafkahkan. Katakanlah: ‘Yang lebih dari keperluan.’ Demikianlah Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berpikir (QS 2:219). Di dalam
Islam, tidak ada satupun perbuatan yang harus kita lakukan, kecuali harus
dimulai dengan aktivitas berpikir. Karenanya seorang muslim harus memiliki
wawasan keislaman dan keilmuan yang luas. Bisa kita bayangkan, betapa bahayanya
suatu perbuatan tanpa mendapatkan pertimbangan pemikiran secara matang terlebih
dahulu. Oleh karena itu Allah mempertanyakan kepada kita tentang tingkatan
intelektualitas seseorang sebagaimana firman-Nya yang artinya:
Katakanlah:samakah orang yang mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui,
sesungguhnya orang-orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran (QS
39:9). Tuntutan seorang muslim adalah memahami ilmu, lebih khusus ilmu agama
sehingga dengan ilmu agama yang dimiliki seseorang dapat melaksanakan ibadah
dan amalan dengan lebih baik. Seorang muslim harus terus mengembangkan ilmu,
namun dalam hal ibadah harus mendahulukan dalil shohih daripada hasil
pemikirannya sendiri, jika terjadi hal yang belum bisa dilogika dikarenakan
kelemahan, kekurangan dan keterbatasan ilmu yang dimiliki.
6. Mujahadatun
Linafsihi (Continence)
Berjuang melawan hawa nafsu (mujahadatun
linafsihi) merupakan salah satu kepribadian yang harus ada pada diri seorang
muslim, karena setiap manusia memiliki kecenderungan pada yang baik dan yang
buruk. Melaksanakan kecenderungan pada yang baik dan menghindari yang buruk
amat menuntut adanya kesungguhan dan kesungguhan itu akan ada manakala
seseorang berjuang dalam melawan hawa nafsu. Oleh karena itu hawa nafsu yang
ada pada setiap diri manusia harus diupayakan tunduk pada ajaran Islam,
Rasulullah Saw bersabda yang artinya: Tidak beragmana seseorang dari kamu
sehingga ia menjadikan hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa (ajaran islam)
(HR. Hakim).
7. Harishun
‘ala Waqtihi (Good time management)
Pandai menjaga waktu (harishun ala waqtihi)
merupakan faktor penting bagi manusia. Hal ini karena waktu itu sendiri
mendapat perhatian yang begitu besar dari Allah dan Rasul-Nya. Allah Swt banyak
bersumpah di dalam Al-Qur’an dengan menyebut nama waktu seperti wal fajri, wad
dhuha, wal asri, wallaili dan sebagainya. Allah Swt memberikan waktu kepada
manusia dalam jumlah yang sama setiap, Yakni 24 jam sehari semalam. Dari waktu
yang 24 jam itu, ada manusia yang beruntung dan tak sedikit manusia yang rugi.
Karena itu tepat sebuah semboyan yang menyatakan: ”Lebih baik kehilangan jam
daripada kehilangan waktu.’ Waktu merupakan sesuatu yang cepat berlalu dan
tidak akan pernah kembali lagi. Oleh karena itu setiap muslim amat dituntut
untuk memanage (mengatur) waktunya dengan baik, sehingga waktu dapat berlalu
dengan penggunaan yang efektif, tak ada yang sia-sia. Maka diantara yang
disinggung oleh Nabi Saw adalah memanfaatkan momentum lima perkara sebelum
datang lima perkara, yakni waktu hidup sebelum mati, sehat sebelum sakit, muda
sebelum tua, senggang sebelum sibuk dan kaya sebelum miskin.
8. Munazhzhamun
fi Syu’unihi (Well Organized)
Teratur dalam suatu urusan (munzhzhamun fi
syuunihi) termasuk kepribadian seorang muslim yang ditekankan oleh Al-Qur’an
maupun sunnah. Oleh karena itu dalam hukum Islam, baik yang terkait dengan
masalah ubudiyah maupun muamalah harus diselesaikan dan dilaksanakan dengan
baik. Ketika suatu urusan ditangani secara bersama-sama, maka diharuskan
bekerjasama dengan baik sehingga Allah menjadi cinta kepadanya. Dengan kata
lain, suatu urusán dikerjakan secara profesional, sehingga apapun yang
dikerjakannya, profesionalisme selalu mendapat perhatian darinya.
Bersungguh-sungguh, bersemangat dan berkorban, adanya kontinyuitas dan berbasis
ilmu pengetahuan merupakan diantara yang mendapat perhatian secara serius
dalam menunaikan tugas-tugasnya.
9. Qodirun
‘alal Kasbi (Independent)
Memiliki kemampuan usaha sendiri atau yang juga
disebut dengan mandiri (qodirun alal kasbi) merupakan ciri lain yang harus ada
pada seorang muslim. Ini merupakan sesuatu yang amat diperlukan. Mempertahankan
kebenaran dan berjuang menegakkannya baru bisa dilaksanakan manakala seseorang
memiliki kemandirian, terutama dari segi ekonomi. Tak sedikit seseorang
mengorbankan prinsip yang telah dianutnya karena tidak memiliki kemandirian
dari segi ekonomi. Karena itu pribadi muslim tidaklah mesti miskin, seorang
muslim boleh saja kaya raya bahkan memang harus kaya agar dia bisa menunaikan
haji dan umroh, zakat, infaq, shadaqah, dan mempersiapkan masa depan yang baik.
Oleh karena itu perintah mencari nafkah amat banyak di dalam Al-Qur’an maupun
hadits dan hal itu memilik keutamaan yang sangat tinggi. Dalam kaitan
menciptakan kemandirian inilah seorang muslim amat dituntut memiliki keahlian
apa saja yang baik, agar dengan keahliannya itu menjadi sebab baginya mendapat
rizki dari Allah Swt, karena rizki yang telah Allah sediakan harus diambil dan mengambilnya
memerlukan skill atau ketrampilan.
10. Naafi’un
Lighoirihi (Giving Contribution)
Bermanfaat bagi orang lain (nafi’un lighoirihi)
merupakan sebuah tuntutan kepada setiap muslim. Manfaat yang dimaksud tentu
saja manfaat yang baik sehingga dimanapun dia berada, orang disekitarnya
merasakan keberadaannya karena bermanfaat besar. Maka jangan sampai seorang
muslim adanya tidak menggenapkan dan tidak adanya tidák mengganjilkan. Ini
berarti setiap muslim itu harus selalu berpikir, mempersiapkan dirinya dan
berupaya semaksimal untuk bisa bermanfaat dalam hal-hal tertentu sehingga
jangan sampai seorang muslim itu tidak bisa mengambil peran yang baik dalam
masyarakatnya. Dalam kaitan inilah, Rasulullah saw bersabda yang artinya:
sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain (HR. Qudhy
dari Jabir).
Demikian secara umum profil seorang muslim yang
disebutkan dalam Al-Qur’an dan hadits, sesuatu yang perlu kita standarisasikan
pada diri kita masing-masing.
Wallahu a’lam bishowab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar